Kamis, 21 Januari 2016

WUDU MENJADIKAN WAJAH DAN HATI BERCAHAYA



WUDU MENJADIKAN WAJAH DAN HATI BERCAHAYA

Oleh: Habib Luthfi bin Yahya
Wajah para sahabat itu bercahaya, ini yang dinamakan min atsaris sujud. Jadi bukan jidatnya yang hitam itu sebagai bekas sujud. Para waliyullah itu takut kalau jidatnya hitam, takut itu menjadikan riya’. Adapun sahabat itu wajahnya bercahaya sangat berkilauan, dan ketika bangkit dari alam kubur wajahnya terang seperti bulan purnama.
Itu semua diawali dari wudhu para sahabat yang mencapai ke hati. Wudhu bukan hanya melaksanakan syarat dan rukun wudhu. Kalau cahaya wudhu sampai hati, maka timbul sifat tawadhu’ (rendah hati), dan tubuh tidak mau digunakan untuk maksiat. Jangankan digunakan maksiat, semisal kita melihat keburukan, mata ini tidak betah, pengennya pergi atau memejamkan mata.
Selain itu, contoh lain dari min atsaril wudhu’ adalah tutur kata kita bagus dan sopan. Orang jadi berwibawa karena tutur kata yang sopan. Salamatul insan fii hifzhillisan, selamatnya seseorang karena menjaga lisannya dari tutur kata yang tidak baik.
Apa yang kita, orang dewasa, ucapkan itu akan ditiru juga oleh anak-anak. Jadi, yang tua harus memberi contoh yang baik pada yang muda, pada anak-anak.
Janganlah kita membuka aib seseorang di atas podium, walaupun kita tidak cocok terhadap seseorang. Allah ta’ala saja dalam al Quran memakai ada ketika mengingatkan, yaitu dengan kalimat yaa-ayyuhal ladziina aamanuu, yaa ayyuhan naas, tidak menyebut nama langsung, tapi wahai orang-orang beriman, wahai manusia, bukan wahai fulan bin fulan.
Kalau lisan kita terbiasa berdzikir maka buahnya adalah tutur kata yang baik. Berdzikir itu dilakukan karena kita perlu dan butuh pada Allah, dan juga kan mencari pahala itu tidak hanya dalam shalat. Selain itu, berdzikir itu untuk melatih dan membimbing lisan dan hati agar terbiasa ingat Allah. Oleh karena tidak ada yang melebihi sakitnya sakaratul maut, maka lisan dan hati harus dilatih dengan dzikir, apalagi dalam thariqah. Apa yang menjadi kebiasaan lisan kita itu yang akan muncul secara reflex saat sakaratul maut.
Semisal, kalau lisan kita terbiasa mengucapkan alhamdulillah, kemudian kita berjalan tanpa sengaja terpeleset atau tersandung, maka biasanya reflex mengucapkan alhamdulillah. Tapi kalau yang biasa dilatih dan diucapkan kata kotor atau nama hewan, maka saat terpeleset atau tersandung batu ya kalimat nama hewan itu yang keluar dari lisannya.
Allah ta’ala berfirman, alaa bidzikrillah tathma-innul quluub. Itulah cara kita mencuci hati kita yaitu dengan berdzikir. Karena penyakit hati itu harus dibersihkan agar jauh dari sifat tercela seperti ujub, sombong, riya’, hasud (iri hati), dan lain-lain.
Adapun membersihkan hati itu dengan kalimat dzikir laa ilaaha illAllah. Kalau dalam membaca laa ilaaha illAllah ditata dengan baik dan diresapi dalam hati, maka kalimat laa ilaaha illAllah bisa membersihkan hati kita, sehingga hati penuh dengan laa ilaaha illAllah.

Oleh: Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan, Rais Aam Idaroh Aliyah Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar